Tuesday, May 25, 2010

Letter for God

Dear God,

Why Do I Cry? It was a lot of things I wrote in my small diary, my beloved little friend. Mostly, that was something I don't like and something I like, about me, my family, and my surroundings which happened within this year.


Then, I realized, why I should bother those silly ridiculous things. In fact, they've given me, so much loves I got from them. While, I even give nothing yet to them, for what they've done to me so far. I saw the loving couples in that celebration of Love. I smiled.

Those couples celebrated their love. Love and fun, happily ever after. But I celebrate love with this family and with God of course. That's what I mostly grateful for. I remembered, two days in the end of November were my most wonderful days. A full package of happiness that I don't want to lose none of it.

Then, “a friend inside of me just said, “Are you ready to share your abandoned love with someone now?”. I just smile, she actually knows the answer, but always reminds so, over and over again.

Thanks God for Your so many gifts and blessings for me, my family, my friends, and for those who already shared love for me yesterdays, today, and tomorrows.


With everlasting love and gratitude,



Sunday, May 23, 2010

FarmVille Chapter 3 - Winter O Winter, Happy Holiday!


Beberapa minggu kemudian, rupanya musim dingin tengah menyelimuti Farmville. Bahkan hampir semua ladang di Farmville, kini tertutup salju. Dingin begitu menyengat. Namun aktivitas ladang masih tetap berjalan.


”Sebentar lagi Natal”, ujar Eitri.

“Oya?”, tanya Myrella. Dia bahkan agak lupa, karena di negerinya dulu, sama sekali tidak pernah turun salju.

“Tapi kita masih bisa berladang, kan?”, tanya Myrella penasaran.

“Tentu saja. Lihatlah di luar sana, hewan ternak masih bisa bertahan hidup walaupun di musim dingin begini”, sahut Eitri.

“Apakah kamu juga ingin memasang pohon Natal sekarang?”, tanya Dimitri melongok ke luar jendela.

“Oya, aku mendengar salah satu tetangga kita sudah memasang pohon natal di luar, dan telah menerima banyak kado natal, entah kiriman dari siapa”, ujar Eitri.

“Kado Natal?”, ujar Myrella. “Pasti seru!”, pekik Myrella berbinar - binar.

Dia berjalan keluar dan menghampiri meja piknik. ”Apakah disini cocok untuk tempat pohonnya?”, seru Myrella kepada kedua Dwarfling.

”Ya, OK!”, jawab keduanya.

Kemudian, Myrella merogoh ke dalam kantong ajaibnya.

”Voila!”, ujarnya. Sebuah pohon kecil kini sudah berdiri di tengah – tengah halaman pondok.

”WOW!”, seru para Dwarfling.

”Tapi kita perlu kado natal supaya pohon ini bisa tumbuh besar”, kata Dimitri.

”Begitukah?”, ujar Myrella.

Pada keesokkan harinya, Myrella menerima begitu banyak kado natal dari teman – temannya. Ini juga kejutan bagi para Dwarfling. Kado – kado itu dimasukkan ke dalam pohon dan nanti bisa mereka buka jika sudah penuh. Setiap hari, selalu ada kado baru yang dikirim teman – temannya. Myrella senang sekali, begitu pula para Dwarfling.

Namun di saat mereka tengah asyik menghias ladang mereka dengan nuansa Natal, tiba – tiba muncul sekelompok prajurit tinggi yang entah darimana munculnya. Mereka hendak merusak dan menghancurkan ladang milik Myrella.

”Ladangku!”, teriak Myrella berhambur hendak mengusir para prajurit tersebut.

”Ini pasti perbuatan Mystique!”, teriak Dimitri sembari mengambil parang dan berhambur hendak mengusir para prajurit tinggi tersebut.

Namun rupanya disana sudah tampak seorang Dwarfling lain bertopi hijau yang telah lebih dahulu menolong mereka dengan melawan para prajurit tersebut. Dia mengeluarkan magic yang seketika bisa mengubah para prajurit jangkung itu menjadi patung.

”Jangan kemari! Diam kalian disana!”, cegah Dwarfling tua tersebut.

Eitri dan Dimitri berhenti sejenak. Mereka berdua tiba – tiba teringat sesuatu.

“Itu bukankah, Druid, Dwarfling kepercayaan Mystique?”, seru Eitri saat menyadari Dwarfling si ahli sihir tersebut yang tak lain ternyata salah satu kepercayaan Mystique.

Dwarfling itu mengeluarkan ilmu magic yang sama sekali tidak pernah dilihat oleh Myrella sebelumnya. Namun kekuatan magic itu sama sekali tidak mampu mengusir semua prajurit tinggi tersebut karena mereka kalah kuat dan jumlah. Prajurit itu dua kali lebih tinggi dari para Dwarfling dan bahkan lebih tinggi dari Myrella.

Bagaimana mungkin Druid bisa mengalahkan prajurit – prajurit itu seorang diri, pikir Myrella.

Namun Druid tidak menyerah. Rupanya hanya beberapa prajurit jangkung yang bisa diubah menjadi patung. Yang lain lari tunggang langgang.
”Dengan begini mereka setidaknya tidak bisa melakukan apapun”, kata Druid.

”Para prajurit itu tidak bisa melakukan apapun sekarang”, ujar Myrella.

”Kalian bisa melakukan apapun kepada mereka, tapi jangan berbuat keterlaluan”, ujar Druid.

”Apa yang hendak kalian lakukan pada kami?”, tanya salah seorang prajurit itu.

”Harus ada hukuman untuk anak nakal”, ujar Dimitri dan Eitri serentak. Ketiganya memandang Myrella.

Myrella termangu – mangu sambil berpikir. ”Kita perlu penjaga kan? Nah, bagaimana kalau kita letakkan mereka di depan gerbang saja. Bagaimana?”, kata Myrella mengusulkan.

”Mystique lemah terhadap pohon Natal dan cemara, itu sebabnya sebaiknya kalian meletakkan beberapa pondasi sudut ladang dengan pohon Natal”, ujar Druid.

”Hey, mengapa sekarang kau jadi memerintah kami?”, tanya Dimitri.

”Sudah tidak ada waktu lagi, cepat letakkan mereka di depan dan taruh beberapa pohon Natalnya, SEKARANG!”, teriak Druid kepada kedua Dwarfling tersebut.

Keduanya berhambur dan menggotong beberapa pohon Natal dan para prajurit tersebut bergantian.

”Terima kasih atas bantuannya”, kata Myrella tersenyum.

Druid menoleh. ”Jadi, kau adalah adik Mystique?”, tanya Druid.

”Begitulah”, kata Myrella sedih.

”Mystique telah merampas buku sihirku, kemudian membuangku ke tempat ini”, kata Druid.

”Aku juga tidak bisa kembali ke tempat asalku lagi sekarang”, ujar Myrella sedih.

”Seandainya aku bisa mengembalikanmu, pasti akan kulakukan, tetapi aku sudah tidak punya kekuatan seperti dulu”, ujar Druid menatap Myrella.

”Tidak apa – apa”, sahut Myrella. ”Di sini, aku malah lebih senang. Walaupun awalnya kukira aku sendiri tapi ternyata aku bertemu teman – teman baru yang senasib dengan aku”.

”Benarkah?”, tanya Druid tidak percaya. ”Rupanya Mystique membuang semua orang – orang yang tidak diinginkannya lagi. Keterlaluan!”.

Druid menghentakkan kakinya ke salju dan sempat membuat getaran yang mengagetkan Dimitri dan Eitri.

”Kau sendiri, apa yang akan kau lakukan sekarang?”, tanya Myrella.

”Entahlah, mungkin aku akan mencari tempat baru untuk kutinggali”, sahutnya.

”Bagaimana, kalau kau tinggal bersama kami, disini bersama – sama Eitri dan Dimitri juga”.
Dimitri dan Eitri melompat kaget. ”Apa? Dia juga tinggal disini?”.

”Tentu saja, kita adalah keluarga kan?”, Myrella tersenyum sambil menyeret Druid menghampiri Eitri dan Dimitri.

Eitri dan Dimitri terkekeh sambil bersulang dengan gelas bir mereka "Happy Holiday!". 

Semuanya pun tertawa. 

Hari itu, di tengah – tengah hamparan salju, semuanya bergembira ria. Tidak hanya mensyukuri bila mereka telah selamat dari gangguan Mystique, tetapi juga kedatangan anggota baru. Druid menjadi keluarga baru.

***** To be continued to Chapter 4 ***** 


FarmVille Chapter 2: Happy Family, Happy Friends!


Padang hijau yang dahulu kosong melompong, kini telah tumbuh dan penuh dengan tanaman. Pada kesempatan berikutnya, Myrella benar – benar terkejut namun juga senang. Pasalnya, suatu hari dia membuka kembali kantong ajaibnya, dan saat ditariknya, dia memperoleh beberapa ekor binatang seperti sapi perah, ayam, kelinci, domba dan lain – lain. Itu semua dia terima hampir tiap hari. Kin ladangnya semakin hiruk pikuk karena kehadiran hewan – hewan tersebut.


Myrella selalu tertawa dan menyambut dengan suka cita atas kejutan berupa hadiah yang diterimanya tiap kali membuka kantong ajaibnya. Bahkan pada kesempatan berikutnya dia terus menerus menerima beraneka ragam pohon siap tanam. Dia menempatkan pepohonan di beberapa sudut ladangnya. Pohon – pohon nan rindang dan selalu menghasilkan buah – buahan segar yang bisa dimakannya ataupun kemudian bahkan menjadi pundi uang dalam kantong ajaibnya. 


Dia berdecak kagum saat dilihatnya, kini ladang itu ibarat rumah yang dulu telah dia tinggalkan. Ya, inilah rumah barunya. Dia memilikinya sendiri. Dia kini sudah mempunyai sebuah tenda tempat beristirahat, meja serta bangku piknik yang dia letakkan di salah satu sudut ladang sehingga dia bisa beristirahat dan menyaksikan ladangnya. 



Semakin berkembang, kemudian dia pun bisa membangun sebuah gudang dan sebuah pondok kecil. Semakin hari semakin banyak hadiah yang diterimanya. Hewan – hewan ternaknya kini juga sudah mulai rajin menghasilkan. Tiap hari dia bisa sarapan susu sapi dan telur dadar. Dia senang kini tak lagi harus kelaparan dan bahkan sendirian. Hewan peliharaan selalu ramai di pagi hari.


Semakin meluasnya ladang, semakin dia dekat dengan lingkungan sekitarnya. Hingga suatu ketika, dia melihat ada ladang lain di seberang ladangnya. 


“Ku kira selama ini aku sendirian di tempat ini”, katanya dalam hati. 


Dia pun mampir ke ladang pertama yang dilihatnya itu. Dia berdecak kagum dengan tempat itu. Dia berkenalan dengan pemilik ladang itu. Namanya Kristine. Mereka saling bertukar cerita dan ternyata nasibnya sama dengan dirinya.


”Di ladang ini, kamu bisa membantuku tiap kali berkunjung”, kata Kristine dengan ramah.  


Myrella tersenyum. ”Of course, dengan senang hati aku pasti membantu”. 


Myrella memang senang membantu. Tiap kali membantunya, dia juga mendapat hadiah beberapa koin yang otomatis bertambah di kantong ajaibnya. Dia tersenyum, ”Senangnya”. 


Pada kesempatan berikutnya, dia kemudian berkunjung ke ladang lainnya. Kali ini, nama pemiliknya adalah Francesca. Mereka berteman cukup baik sama halnya dengan Kristine. Semakin lama dan semakin jauh melangkah, dia tiba di ladang milik Naniek, Amie, Gunk, Teika, Wendy dan Sheryl. Keduanya sama – sama baik dan ramah. Mereka sering juga membantu menjaga dan merawat ladangnya. 


”Hey, rupanya kamu sudah terima pohon plum dariku?”, ujar Kristine suatu hari ketika dia mampir ke ladangnya. Dia melihat hamparan pohon berwarna ungu di salah satu sudut ladang Myrella. 


Oh, jadi ini kiriman dari Kristine, pikirnya dalam hati. ”Terima kasih ya”.


Rupanya teman – teman yang lain mendengar dan turut mengirimkan hadiah hampir tiap pagi. 


Karena tidak mau kalah, Myrella juga turut mengirimkan hadiah sebagai tanda terima kasih pada teman – teman berladangnya. Semakin banyak hadiah berupa pohon, hewan atau apapun, dia selalu menerimanya. Maka semakin sesak pula tempat untuk menampung semuanya. 


”Wah, sepertinya aku perlu perluasan ladang!”, ujarnya gembira. 


Pada keesokan harinya, ladangnya sudah bertambah luas dan dia semakin gembira atas kejutan itu. Selain itu, teman – temannya pun semakin bertambah. Kini dia punya tetangga bernama Amie, Gunk, Ayu, Putu, dll. Semakin hari dia juga semakin rajin mengirimkan hadiah untuk teman – temannya dan berbagi kegembiraan berladang. 


Myrella merasa perlu untuk menyulap pondoknya menjadi cottage. Siapa tahu, suatu hari nanti akan ada yang sudi menginap dan tinggal bersamanya sehingga bisa berkebun bersama - sama. Dia juga menata dan mendekor ladangnya menjadi semakin cantik dan nyaman. 


Suatu pagi, Myrella kedatangan tamu aneh diladangnya. Mereka adalah 2 orang manusia kerdil bertopi tinggi yang tampak sedang menatap ladangnya dari luar pintu gerbang ladang. Mungkin mereka tersesat diperjalanan, pikirnya. Dia menghampirinya dan mengajak mereka masuk ke pondok. 


Mula – mula dikiranya, para manusia kerdil itu ingin sekedar makan dan numpang beristirahat. Mereka adalah para Dwarfling yang sedang berkelana dan mencari tempat tinggal karena telah dibuang oleh majikannya. 


”Mystique?!”, Myrella kaget. ”Jadi kalian yang bekerja pada kakakku selama ini?”. Myrella sungguh terkejut saat mengetahui bahwa mereka adalah anak buah dari Mystique. 


”Ya, kami berdua pernah bekerja pada Mystique. Tetapi karena sebuah kesalahan, dia membuang kami ke tempat ini”, ratap Eitri, salah seorang Dwarfling tersebut. 


”Dia membuang kami, karena kami sudah tidak bisa memberikan dan membantu apapun untuknya”, ujar Dimitri, Dwarfling satunya. 


”Kami tidak tahu, kalau apel rose yang kami tanam itu, ternyata telah dibalur dengan obat tidur dan diberikannya padamu. Kami benar – benar minta maaf”, kata Eitri dan Dimitri tertunduk lesu. 


Myrella diam. Nasib mereka sama seperti dirinya, dibuang begitu saja. Jahat. 


”Itu bukan kesalahan kalian. Tapi mungkin kakakku sudah tidak sayang lagi padaku. Makanya aku dibuang ke tempat ini”, ujar Myrella yang hanya bisa tersenyum kelu sambil menahan air matanya. 


Kedua Dwarfling itu menatapnya dan memegang tangannya. Myrella tersenyum. 


”Hey, aku punya ide. Kenapa kalian tidak tinggal saja bersamaku di ladang ini?”, kata Myrella dengan wajah berseri – seri. 


”Apakah kau serius? Kami boleh tinggal disini?”, tanya keduanya. 


”Tentu saja. Ladang ini sudah terlalu luas untuk kutinggali sendiri. Pondok ini sangat lebih dari cukup untuk kita bertiga. Sementara pekerjaan di ladang semakin padat untuk kukerjakan sendiri. Tentu aku perlu teman untuk membantu. Bagaimana, apakah kalian mau?”, bujuk Myrella.   


Eitri dan Dimitri bertatapan. “Tentu saja kami mau!”, sambut keduanya kompak. 


”Yay! Kalau begitu sekarang kita adalah keluarga, OK?”, seru Myrella. 


”Terima kasih telah mau menerima kami di sini”, ujar Eitri. 


”Kami juga senang bisa membantu, menjaga dan mengerjakan pekerjaan di ladang, karena memang itu pulalah keahlian kami”, timpal Dimitri. 


Maka begitulah, Eitri dan Dimitri kini menjadi keluarga baru Myrella. Setiap hari bila Dimitri mengerjakan tanaman di ladang dan menjaganya, maka Eitri menjaga dan memelihara hewan - hewan ternak. Begitu seterusnya. Pekerjaan Myrella pun semakin ringan karena bantuan mereka. 


”Kini ladang ini pun semakin ramai. Ada para tetangga yang baik hati, dan sekarang ada Eitri dan Dimitri ada membantuku disini. Senangnya. Terima kasih telah membantuku”, ujar Myrella berseri - seri. 


”Cheers!” 


Myrella bangun sembari mengangkat ke atas jus buah di mugnya, yang di sambut oleh teman – temannya dan para Dwarfling.


”CHEERS untuk kita semua!”. 


Hari itu senja tampak kemerahan disaat Myrella dan teman – temannya semua duduk mengitari sepanjang meja piknik kayu, bertukar cerita dan berbagi kegembiraan. Mereka menyantap daging kalkun yang lezat, sup pumpkin dan pie pumpkin yang sungguh lezat. Hamparan ladang luas di sore hari dengan sunset yang begitu hangat, benar – benar pemandangan yang sangat menyenangkan. Saat itu adalah perayaan Harvest yang bertepatan dengan ThanksGiving, saat semuanya bersuka cita dan bersyukur atas hasil panen mereka yang sukses selama ini.


Sunday, May 9, 2010

Ferry Me Across The Water - Christina Rossetti


"Ferry me across the water,
Do, boatman, do."
"If you've a penny in your purse
I'll ferry you."

"I have a penny in my purse,
And my eyes are blue;
So ferry me across the water,
Do, boatman, do!"

"Step into my ferry-boat,
Be they black or blue,
And for the penny in your purse
I'll ferry you."

* originally Classic poem for Children by Christina Rossetti and was also being sung by Kim Robertson with the same title.

Friday, May 7, 2010

SONG - Christina Rossetti (1830-1894)



When I am dead, my dearest,
Sing no sad songs for me;
Plant thou no roses at my head,
Nor shady cypress tree:
Be the green grass above me
With showers and dewdrops wet;
And if thou wilt, remember,
And if thou wilt, forget.

I shall not see the shadows,
I shall not feel the rain;
I shall not hear the nightingale
Sing on, as if in pain;
And dreaming through the twilight
That doth not rise nor set,
Haply I may remember,
And haply may forget.


"Song" is reprinted from Goblin Market and other Poems. Christina Rosetti. Cambridge: Macmillan, 1862.

This poem is dedicated to all friends who love Christina Rossetti ...


Other Blog

Followers

Search This Blog