Thursday, June 10, 2010

DIAM *)


Aku akan duduk di sini … 

Dan diam ...

Tapi tangan – tanganku tidak diam ...

Kedua kakiku diam ... 

Jika Engkau memerlukan aku ...

Aku akan diam ...

Hingga Engkau datang padaku ...

 

Aku hanya akan duduk di sini ...

Dan diam ... 

Namun tangan – tanganku tak pernah diam ...

Kedua kakiku masih tetap diam ...

Jika Engkau meminta sesuatu ...

Aku hanya diam ...

Hingga Engkau datang padaku ...

 

Dan Engkau masih melihat aku duduk di sini ...

Hanya diam ...

Engkau lihat tangan – tanganku masih tak pernah diam ...

Hanya kedua kakiku yang tetap terdiam ... 

Jika Engkau menggangguku dan mendikteku “lagi”....

Maka aku tak bisa diam ...

Walaupun tanpa Engkau datang dan telponmu masih terus berdering ... 

Maka Aku akan bangkit berjalan mendekati Engkau ... 

Dan dengan lantang aku akan berkata ....

 

”JANGAN GANGGU AKU, AKU SEDANG SIBUK!” 

 

*) Ubud, 2010-06-09, 11:00 WITA – Balada sebuah ruang kerja, meja kerja dan kursi kerja, komputer yang terus bekerja, kamera pocket dan card reader yang berhenti bekerja, pena dan kertas kerja yang tergeletak tanpa reaksi, dan tanpa suguhan secangkir teh hangat ataupun sarapan pagi

*****

Supported image by: http://www.gettyimages.com OR http://www.arenaphotographers.com

Friday, June 4, 2010

"Hening"


Saya sudah terlalu lelah, terlalu kesal, terlalu penat, terlalu capek, terlalu sumpek, terlalu bosan, bahkan terlalu tertekan untuk hal yang menjemukan ini, untuk hal yang tidak pernah saya mengerti ini, untuk hal – hal yang benar – benar tidak jelas ini.

 

Terlalu berat beban pikiran di kepala dan perasaan yang menguras energi dan stamina ini.

 

Atmosfer sekitar terasa begitu menyesakkan, terasa begitu menghimpit, terasa tak ada lagi ruang untuk bergerak bebas.

 

Biarkan saya berbaring sejenak, biarkan saya menghirup nafas lega sejenak, biarkan saya terbebas dari beban ini sejenak, biarkanlah saya seperti saat ini ….

 

Terbaring dalam diam, terbaring dalam kesunyian, terbaring dalam sepi, terbaring dalam senyap, tanpa terdengar kebisingan, tanpa terdengar gemerisik, tanpa terusik oleh apapun, bahkan tanpa cahaya yang menyusup.

 

Biarlah hanya saya dan diri saya saat ini, hanya denyut jantung dan nadi yang saling berdendang, hanya helaan nafas yang mengalun, hanya pikiran yang terdiam dan terkurung dalam hampa.

 

Biarlah jiwa – jiwa yang rapuh ini kini melebur dalam hampa, jiwa – jiwa yang rapuh melayang dalam angan, jiwa – jiwa yang rapuh terbang dalam sunyi, damai dalam sepi, damai dalam senyap, damai dalam diam …. Hening … Hening … Hening ….


*****

Supported image by: http://www.gettyimages.com OR http://www.arenaphotographers.com

"Rasa Ini"


“Kau tiba – tiba hilang, sudah berhari – hari, apa engkau dapat pesanku?”

 

Saya merasakan kedekatan itu, rasa kangen yang menyelimuti, perasaan hangat dan nyaman tiap kali bisa kontak bahkan bercanda dengannya walaupun terpisah oleh jarak, waktu, musim, tempat, bahkan lautan. Kerinduan itu kian menumpuk jika bayangannya begitu apik tergambar dan melintas di benak saya. Salahkah jika saya memelihara perasaan ini? Saya selalu mencari tahu, berusaha berdamai dengan hati, tentang apa yang membuat saya benar – benar jatuh cinta padanya.

 

Pada akhirnya yang saya tahu, jawaban yang saya temukan, Dia adalah sosok yang apa adanya, dengan kedewasaan yang jarang saya temukan dari sosok sederhana seusianya. Saya selalu menginginkan seseorang untuk berbagi suka dan duka, bahagia dan sedih, bukan seseorang yang terjebak pada kedewasaan yang hanya akan menuntut saya untuk menjadi seseorang yang mereka mau. Bukan, bukan itu yang saya mau, bukan itu yang saya inginkan. Perasaan itu muncul tanpa sengaja, tanpa diminta ataupun tanpa diminta. 

 

“Temui aku, di tempat biasa, jangan kau terlambat, waktuku tak banyak”

 

Kini saya benar – benar harus membuka hati demi seseorang. Jika perasaan itu terbalas, lega sudah perasaan ini. Berbagi limpahan kebahagiaan dan cinta yang saya miliki selama ini. Dia yang bisa membuat saya mencinta lagi. Hanya Dia yang saya inginkan, bukan orang lain, hanya Dia dan Dia seorang.

 

Perasaan ini begitulah berharga bagi saya. Kesadaran pada apa yang sebuah kata dideskripsikan dan digambarkan sebagai cinta. Seperti kata Dia ketika itu, cinta bukanlah usia, bukan pula kasta, bukan lagi profesi, ataupun juga materi. Cinta adalah cinta, hanya seperti itu adanya, tak peduli apa deskripsi orang lain tentang definisi cinta. Bagi saya, cinta adalah cinta.

 

Cinta itu muncul dari kedekatan saya dengan Dia, dengan dirinya sekarang, dirinya saat ini yang saya kenal, sosok sederhana dengan karakter Dia yang apa adanya. Itulah Dia, hanya Dia, hingga kapan pun.

 

“Dan ku menunggu, terus menunggu, hanya untuk memelukmu seeratnya, terus berharap kau kan datang secepatnya, secepatnya“

 

Kini saya masih menantikan saat dimana perasaan itu bisa saya ungkapkan padanya, perasaan yang masih terpendam, yang menunggu saat – saat terindah untuk diucapkan. Semoga harapan itu, kali ini, tidak lagi membuat saya kecewa untuk kesekian kalinya.

 

Harapan itu kian menumpuk tatkala saya semakin mengingat Dia. Kehadirannya benar – benar hal yang saya ingin terwujud.

 

“Aku takkan bisa, bila kau tak dating, semangatku, hanya tinggal saat ini”

 

Kini, belakangan ini, saya benar – benar menyadari, suka ataupun tidak suka, saya tidak, saya tidak bisa tidak mengelak ataupun berdusta pada diri sendiri, bahwa tiap hari, saya benar – benar mendambakan dia, saya jatuh cinta kepadanya. Saya menggeram jika saya mengingat Dia, merindukan Dia tiap pagi, menginginkan dirinya untuk saya peluk, saya belai, saya kecup.

 

Astaga!


Sebegitu dalamnyakah saya mencintai Dia? Menginginkan dan mendambakan Dia.


Apakah Dia juga mengalami hal serupa? Apakah ini perasaan sesaat yang sewaktu – waktu bisa berubah? Tapi saya tidak mau kehilangan untuk ketiga kalinya. Perasaan ini begitu berharga dan tak ternilai.


Apakah Dia yang akan menjadi pelabuhan hati terakhir saya? 

Saya sudah letih menunggu, saya juga sudah letih mencari dan memburu, namun saya tak mau kecewa lagi ... 



*****

Inspired by Audy “Aku Takkan Bisa”

Supported image by: http://www.gettyimages.com OR http://www.arenaphotographers.com

“Bening”


Sejenak dalam diam, sejenak dalam sepi, sejenak dalam sunyi, sejenak dalam hening, terdengar percikan kecil yang begitu menenangkan, yang kini membuai diri dalam angan, terbuai dalam khayalan, terbuai dalam mimpi, dan membuat diri seolah – olah enggan untuk bangkit lagi ….


Dalam diam yang terdengar hanya satu, dua, tiga, begitu seterusnya.

 

Sinar pagi menyeruak mimpi, hembusan angin pagi membelai wajah, embun pagi menyapa dengan kesegarannya, menyadarkan diri untuk segera bangkit, menyadarkan diri untuk beranjak dari mimpi semu yang melenakan ….


*****

Supported image from: http://www.gettyimages.com

Other Blog

Followers

Search This Blog