Friday, June 4, 2010

"Rasa Ini"


“Kau tiba – tiba hilang, sudah berhari – hari, apa engkau dapat pesanku?”

 

Saya merasakan kedekatan itu, rasa kangen yang menyelimuti, perasaan hangat dan nyaman tiap kali bisa kontak bahkan bercanda dengannya walaupun terpisah oleh jarak, waktu, musim, tempat, bahkan lautan. Kerinduan itu kian menumpuk jika bayangannya begitu apik tergambar dan melintas di benak saya. Salahkah jika saya memelihara perasaan ini? Saya selalu mencari tahu, berusaha berdamai dengan hati, tentang apa yang membuat saya benar – benar jatuh cinta padanya.

 

Pada akhirnya yang saya tahu, jawaban yang saya temukan, Dia adalah sosok yang apa adanya, dengan kedewasaan yang jarang saya temukan dari sosok sederhana seusianya. Saya selalu menginginkan seseorang untuk berbagi suka dan duka, bahagia dan sedih, bukan seseorang yang terjebak pada kedewasaan yang hanya akan menuntut saya untuk menjadi seseorang yang mereka mau. Bukan, bukan itu yang saya mau, bukan itu yang saya inginkan. Perasaan itu muncul tanpa sengaja, tanpa diminta ataupun tanpa diminta. 

 

“Temui aku, di tempat biasa, jangan kau terlambat, waktuku tak banyak”

 

Kini saya benar – benar harus membuka hati demi seseorang. Jika perasaan itu terbalas, lega sudah perasaan ini. Berbagi limpahan kebahagiaan dan cinta yang saya miliki selama ini. Dia yang bisa membuat saya mencinta lagi. Hanya Dia yang saya inginkan, bukan orang lain, hanya Dia dan Dia seorang.

 

Perasaan ini begitulah berharga bagi saya. Kesadaran pada apa yang sebuah kata dideskripsikan dan digambarkan sebagai cinta. Seperti kata Dia ketika itu, cinta bukanlah usia, bukan pula kasta, bukan lagi profesi, ataupun juga materi. Cinta adalah cinta, hanya seperti itu adanya, tak peduli apa deskripsi orang lain tentang definisi cinta. Bagi saya, cinta adalah cinta.

 

Cinta itu muncul dari kedekatan saya dengan Dia, dengan dirinya sekarang, dirinya saat ini yang saya kenal, sosok sederhana dengan karakter Dia yang apa adanya. Itulah Dia, hanya Dia, hingga kapan pun.

 

“Dan ku menunggu, terus menunggu, hanya untuk memelukmu seeratnya, terus berharap kau kan datang secepatnya, secepatnya“

 

Kini saya masih menantikan saat dimana perasaan itu bisa saya ungkapkan padanya, perasaan yang masih terpendam, yang menunggu saat – saat terindah untuk diucapkan. Semoga harapan itu, kali ini, tidak lagi membuat saya kecewa untuk kesekian kalinya.

 

Harapan itu kian menumpuk tatkala saya semakin mengingat Dia. Kehadirannya benar – benar hal yang saya ingin terwujud.

 

“Aku takkan bisa, bila kau tak dating, semangatku, hanya tinggal saat ini”

 

Kini, belakangan ini, saya benar – benar menyadari, suka ataupun tidak suka, saya tidak, saya tidak bisa tidak mengelak ataupun berdusta pada diri sendiri, bahwa tiap hari, saya benar – benar mendambakan dia, saya jatuh cinta kepadanya. Saya menggeram jika saya mengingat Dia, merindukan Dia tiap pagi, menginginkan dirinya untuk saya peluk, saya belai, saya kecup.

 

Astaga!


Sebegitu dalamnyakah saya mencintai Dia? Menginginkan dan mendambakan Dia.


Apakah Dia juga mengalami hal serupa? Apakah ini perasaan sesaat yang sewaktu – waktu bisa berubah? Tapi saya tidak mau kehilangan untuk ketiga kalinya. Perasaan ini begitu berharga dan tak ternilai.


Apakah Dia yang akan menjadi pelabuhan hati terakhir saya? 

Saya sudah letih menunggu, saya juga sudah letih mencari dan memburu, namun saya tak mau kecewa lagi ... 



*****

Inspired by Audy “Aku Takkan Bisa”

Supported image by: http://www.gettyimages.com OR http://www.arenaphotographers.com

No comments:

Post a Comment

Other Blog

Followers

Search This Blog