Sunday, November 8, 2009

Disassterrific Episode 6: We do Have Similar Feeling At Last



Pernyataan ini saya dengar tatkala Bibi saya mengatakan kalau ada sebuah pengakuan yang dilontarkan oleh saudara saya tersebut. Saya tidak perlu menyebutkan namanya di sini, tetapi dia memang benar – benar ada dan nyata, pastinya.

Dia mengakui kalau saat ini, hubungan antara kelarga dia dan keluarga saya, terutama Bapak dan Papa dia, benar – benar tidak harmonis. Semakin lama hubungan itu semakin menjauh dan menjauh, hingga kini dalam keluarga kami (saya) terkenal dengan istilah cuek.

Saya lega dia mempunyai perasaan itu, benar – benar lega.

Hal ini sebenarnya bukan tanpa sebab musabab. Pertama, karena ada konspirasi terselubung dengan orang luar yang ingin mencelakakan keluarga saya, terutama sekali Bapak. Kedua, karena semakin ‘dijauhkannya’ kami dari segala kabar tentang kesehatan Papa dia. Ketiga, karena kami sudah teramat sangat tidak pernah merasa nyaman dengan kehadiran orang ketiga yang mereka (keluarga dia) sebagai Sang Penolong. Semua itu, sama sekali tidak masuk dalam nalar kami, dan semakin membuat kami sebagai keluarga super cuek, terutama terhadap keluarga seperti mereka.

Sebenarnya, kami tidak sedikit pun merasa menjauhi mereka, namun justru merekalah yang semakin menjauhkan diri dari keluarga besar. Kami sama sekali tidak pernah iri ataupun dendam dengan perlakuan Nenek yang mengakibatkan kami (terutama saya) ‘pada akhirnya’ sama sekali tidak pernah bisa akur dengan Nenek kandung saya sendiri.

Saya sama sekali tidak merasa itu adalah urusan saya. Tetapi karena hal ini, yang kemudian semakin merisaukan Ibu saya dengan ’urusan – urusan yang terasa janggal dan semakin janggal’ yang dilakukan oleh Nenek.

Kembali ke masalah saudara sepupu saya, saya lega kalau dia akhirnya semakin sadar bahwa sekarang keluarga sudah tidak semakin akur. Terakhir saya jadi malas menyapa dia saat Galungan terakhir kemarin, lantaran dia memang nempel sekali dengan Ibunya tersebut. Saya enggan jika menyapa dia dan bersenda gurau dengan dia, si Ibu akan ikut – ikutan nimbrung dan sama sekali tidak saya kehendaki. Sebelumnya, saat saudara saya tersebut itu sakit pun kami di Denpasar sama sekali tidak pernah dikabarkan.

Jadi, lama kelamaan kami sekeluarga semakin yakin kalau mereka memang tidak pernah butuh kami, saudara dekat sebenarnya. Bagi mereka, saudara terdekat mereka adalah saudara dari si Ibu yang memang lebih rajin mengunjungi mereka ke rumah.

Kami sama sekali tidak peduli. Tetapi kami tetap yakin dan selalu yakin, kebenaran selalu yang menang. Jika nasehat sudah tidak lagi ampuh untuk menyadarkan mereka, semoga suatu saat nanti Tuhan benar – benar memberikan mereka pelajaran yang membuat mereka benar – benar sadar dan sepenuhnya sadar pada siapa mereka sebenarnya. Saya yakin dan kami sekeluarga memang punya keyakinan itu.

No comments:

Post a Comment

Other Blog

Followers

Search This Blog